Setetes Cinta Alfa

Nadira
    Aku ingat betul kejadian belasan  tahun lalu, ketika pertama kalinya  aku melihat kristal bening keluar dari dua pasang bola mata orang yang teramat mencintaiku. Ayah dan bunda, aku tak tau apa yang terjadi padaku hingga membuat mereka menangis dan  memeluku erat. “ Kamu anak yang kuat, bunda yakin kamu bisa bertahan. Vonis dokter itu pasti salah. “ ucap bunda dengan isak tangis yang tak bisa ia bendung. Saat itu usiaku baru menginjak lima tahun, masih balita. Aku tak tau apa itu thalasemia, dokter bilang aku menderita thalasemia dan hal itu membuat kedua orangtuaku menangis. “ Ra, giliranmu tuh. “

Alfa
    “ Ra, giliranmu tuh. “ Ucapku.
    “ Kamu gak mau nemenin aku masuk?“ tanyanya dengan senyum “ Atau siapa tau kamu mau disuntik juga? “ ujarnya menggodaku.
    “ Hm. “ Aku tersenyum kecut. Sial. Selalu saja begitu. Nadira selalu meledekku karena ketakutanku pada jarum suntik.

    Seperti biasa kali ini aku menemani Nadira kerumah sakit, ia menderita thalasemia penyakit yang sampai sekarang mungkin belum ada obatnya. Kata dokter penderita thalasemia itu ga bisa memproduksi darah sendiri, itulah sebabnya setiap bulan Nadhira harus menerima transfusi darah. “ Al, yuk balik. “ ucap Nadira mengagetkanku.

Nadira
    Thalasemia, penyakit itu membuat ruang gerakku terbatasi. Aku tak bisa bermain selayaknya anak – anak seusiaku saat itu. Masa kecil aku habiskan dengan membaca komik dan buku doneng. Aku tak mempunyai banyak teman saat itu. Alfa, dia orang pertama yang mau menjadi temanku. Aku mengenalnya saat duduk dibangku kelas delapan smp. Mengingat tentang Alfa aku jadi teringat akan kejadian yang membuatku dan Alfa menjadi dekat. Kejadian  konyol yang tak pernah bisa aku lupakan.
    “ Hi, “ ujar Alfa menyapaku.
    Aku hanya tersenyum, bagiku komik conan yang kubaca itu lebih menarik dari pada sapaan cowok tengil hiperaktif  yang suka ngegodain semua cewe dikelas.
    “ Kamu sakit ya? “ tanyanya “ Kok kamu diem? “
    Hih, apa – apaan nih orang sok care banget. Grutuku dalam hati.
    “ Oh, “ katanya “ Kamu bisu ya ternyata. “ ujarnya lagi.
    “ Apa sih? Aku lagi baca komik. Ga usah ganggu deh. Godain aja tuh cewe – cewe yang biasa kamu godain. Jangan godain aku deh. “
    “ Jangan godain kamu? Siapa juga yang mau godain kamu. Orang aku tuh sebenernya cuman pengen tau kamu baca komik apaan. Dan ternyata conan, “ ujarnya tersenyum “ Aku juga suka conan loh. “

    Jleb. Perkataannya barusan benar – benar membuat wajahku masam. Sepertinya saat ini urat maluku semakin panjang saja. “ Iya ini komik conan. Kenapa emang?! “ tanyaku masih dengan nada yang sama. Ketus.
    “ Kamu koleksi komik conan? Kapan – kapan aku kerumahmu ya, aku mau minjem komik conan boleh kan? “ pintanya. “ Aku suka komik juga, tapi aku ga koleksi conan. “
    “ Hm, ya. “ ujarku sedikit ragu.
Conan. Komik yang membuat Alfa semakin sering main kerumahku. Komik yang akhrirnya mendekatkanku dengannya. Tak kenal, maka tak sayang pepatah itu memang benar adanya. Alfa baik, sopan dan menyenangkan tak seperti dugaanku, dia tak menyebalkan.
“ Gambarmu makin bagus aja Ra, “ ucap Alfa memuji karyaku“ Eh, itu aku? “
“ Iya. “ jawabku tersenyum.

Alfa
    Aku duduk di bangku taman menyebelahi Nadira, melihat dia yang sedang asik menarikan penanya di atas kertas gambar berukuran A4. Kali ini aku tersenyum, ada sebaris rasa bahagia yang tiba – tiba tercipta dihatiku. Nadira meukis wajahku untuk pertama kalinya. Aku tau dia pandai melukis sejak aku mengenalnya, aku sering memintanya untuk melukis wajahku namun dia selalu menolaknya.

    “ Tumben kamu ngelukis wajahku tanpa aku minta. “
    “ Itung- itung itu kenang – kenangan dari aku buat kamu. “
    “ Emang kamu mau pergi kemana? Pindah rumah? Terus kuliahnya? “ ujarku dengan serentet pertanyaan.
    “ Al, dulu waktu aku kecil dokter pernah bilang usiaku ga lebih dari lima belas tahun. Dan jika aku beruntung aku hanya bisa hidup samapi delapan belas tahun. “ ujar Nadira dengan air mata yang mulai menetes. “ Lima belas tahun sudah aku jalani, dan sekarang usiaku hampir delapan belas tahun. “
    “ Dokter itu bukan Tuhan. Kamu pasti bisa hidup lebih lama. Pasti ada cara buat nyembuhin penyakitmu Ra. Oprasi cangkok sumsum tulang belakang? “
    “ Terlalu beresiko, aku ga berani Al. Itu bisa membahayakan orang yang nanti akan mendonorkan sumsumnya untukku. “
    “ Kan masih bisa transfusi darah. “
    “ Iya Al, aku tau, tapi sepertinya tubuhku juga sudah tdak kuat lagi. Transfusi darah itu juga menyebabkan timbunan zat besi di tubuhku semakin banyak. Lagi pula sekarang cari pendonor itu ga gampang Al, “ Kata Nadira menjelaskan. “ Kemaren aja darah O di rumah sakit hampir habis, kalau aku terlambat kerumah sakit lima belas menit aja. Mungkin, aku ga dapet itu darah. “
    “ Udah, kamu ga usah sedih. Aku ga suka liat kamu sedih. Kalo darah di rumah sakit abis, aku bisa kasih darah aku buat kamu. Golongan darah kita samakan? “ ujarku tersenyum.
     “ Ga usah bercanda. Orang kaya kamu yang liat jarum suntik aja pucet mau donor darah? “ uajar Nadira sambil mengusap matanya.
    “ Jangan ngeledek kamu. Aku serius juga. “
    “ Udahlah, aku juga ga bakal tega kali liat kamu harus nangis kejer kalo liat jarum suntik, haha “ kata Nadira dengan tawa “ Ini buat kamu. “ ucapnya seraya memberikan lukisan untukku. Lukisan wajahku yang sedang tersenyum.

Nadira
    Sebulan berlalu, aku kembali kerumah sakit untuk melakukan transfusi darah. Seperti biasa aku ditemani oleh Alfa sahabatku. Sebenarnya saat itu kami sudah datang keruah sakit, tapi karena darah golongan O habis maka kami terpaksa pulang. Aku terpaksa menunggu selama beberapa hari. Dan setelah seminggu akhirnya ada juga orang yang mau mendonorkan darahnya untukku.

    “ Kok kamu ikut masuk Al? “ tanyaku ketika tau Al mengekoriku masuk keruang transfusi. “ Keluar sanah, aku ga mau liat km pinsan lagi kaya waktu sma dulu. “
    “ Apaan si Ra, ga usah ngeledek gitu deh. Suka suka aku donk kalo aku mau masuk. “
    “ Okelah terserah. Kalo kamu pinsan aku ngga tanggungjawab ya. “
    “ Iyah. “

    Aku tidur di ranjang, menunggu dokter dan suster memersiapkan alat – alat untuk transfusi. Kuputar bola mataku, kucari sosok Alfa. Harusnya dia ada disini menemaniku tapi mana dia? Gumamku. Kembali kuputar bola mataku, dan kali ini pandanganku terhenti pada seseorang yang terbaring di ranjang sebelah kiriku. Orang itu yang akan memberikan darahnya untukku. Tangan kirinya memegang erat bantal yang dia letakkan di atas kepalanya. Pendonor itu, Alfa.

Alfa
    Sejak pertama kali aku mengal Nadira, aku merasa ada sesuatu yang sepesial darinya. Ketertarikanku pada komik conan sebenarnya hanyalah sebuah cara agar aku bisa lebih dekat dengannya. Dia bukan gadis biasa menurutku terlebih dia sering asik dengan dunianya sendiri dan tak peduli dengan sekalilingnya, mendekatinya dengan cara biasa itu sulit. Aku sengaja berlagak tengil saat smp hanya agar dia memperhatikanku atau setidaknya ingat dan tau namaku. Konyol memang, tapi hal ini berhasil membuatku dekat dengannya.

    Nadira, aku menyayanginya atau bahkan mungkin mencintainya. Rasa itu ada sejak smp hingga sekarang. Aku ingin terus melihat senyum dibibirnya, aku ingin terus mendengar suaranya, aku ingin menjaganya, melindunginya dan menguatkannya. Aku takut dengan jarum, tapi aku lebih takut kehilangan orang yang aku sayang, karena itulah aku tak mau membuatnya menunggu terlalu lama. Aku harus bisa melawan ketakutanku, kuberikan darahku untuk seulas senyum di bibir manisnya. Karena aku mencintaimu Ra.


Created By : Analis Hasby 



Mitos Pantai Selatan


Pantai Laut Selatan memang selalu menjadi bahan perbincangan banyak orang karena mitosnya yang hingga kini masih melegenda di telinga masyarakat. Seolah - olah pantai selatan merupakan tempat yang sangat mengerikan. Namun jika kita telusuri lebih dalam, ternyata pantai selatan tak seseram mitosnya. Pantai selatan justru menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Baik wisatawan domestik maupun mancanegara. 

Pantai selatan terbentang di bagian selatan pulau Jawa. Salah satunya adalah pantai Laut Teluk Penyu Cilacap. Daerah pesisir pantai ini justru ramai dikunjungi oleh masyarakat. Banyak yang sengaja datang untuk berlibur, ada juga yang hanya sekedar ingin melepas kejenuhan, serta ada juga yang memanfaatkannya untuk sekedar bermain sepak bola. 



Pengunjung biasanya ramai berkunjung pada pagi dan sore hari terutama pada hari libur. Dikala sore hari pengunjung akan lebih banyak, dikarenakan mereka ingin melihat suasana sang mega di kala petang. Suasana tersebut semakin menambah daya tarik wisatawan dan tak lagi menganggap bahwa pantai selatan itu mistis. (9/12 red-)


Seandainya Mereka tidak Korupsi



Melihat gambar ditas yang bersumber dari https://seritaro.wordpress.com/2013/10/04/gantung-koruptor/ membuat hati ini jadi terketuk. Teganya mereka yang hingga kini masih mau korupsi makan uang rakyat. Padahal negeri ini sudah miskin, malahan ditambah miskin lagi.

Keluarga Besar Tugu Lilin Jurnalistik Mengucapkan 
Selamat Hari Anti Korupsi 
9 Desember 2014

Obyek Wisata Cilacap


Ayah, aku...


“Rama! Ayah bilang berhenti!” teriak Pak Andi kepada anaknya. Sang anak yang namanya dipanggil tetap melanjutkan langkahnya. “Rama, dengarkan ayah. Ayah bilang berhenti!” kali ini suara Pak Andi lebih menggelegar dari sebelumnya.

Rama mau tak mau akhirnya berhenti juga. Dia berhenti tepat di depan pintu ruang tamu yang tertutup. Perlahan tangan Rama bergerak untuk membuka pintu itu. “tutup kembali pintu itu dan kembali ke kamarmu” kata Pak Andi tepat sebelum pintu itu benar-benar terbuka.

Rama yang sebelumnya menghadap ke pintu kini berbalik dan memandang wajah kedua orang tuanya. Rama mendapati ayahnya sedang memandang tajam kearahnya. Rama balik menatap ayahnya. Tidak ada raut ketakutan di wajah Rama.

Bu Andi yang merupakan ibu dari Rama menatap cemas pada dua laki-laki yang sedang saling menatap tersebut. Beliau takut terjadi sesuatu yang, mungkin, akan menyebabkan perpecahan dalam keluarganya.
“ck” Rama berdecak kesal. “Ayah mau ngomong apa? Klo engga ada, aku pergi sekarang nih” Rama sudah berbalik ketika Pak Andi memanggil namanya, “Rama...” Rama memutar kembali tubuhnya mengahadap orang tuanya.

“Apalagi, Yah?” dia bertanya dalam ketidaksukaan.
“Kembali ke kamarmu sekarang juga. Belajar lah layaknya seorang pelajar” kata Pak Andi.
“Ahh ayah, ini sudah jam sembilan. Terlalu malam untuk belajar” keluh Rama.
“Dan ini juga terlalu malam untuk bermain diluar bersama teman-temanmu” ucap Pak Andi tenang. “cepat kembali ke kamarmu dan belajar” lanjutnya lagi.
“Ck!, ayah ngga asik nih. Masa setiap hari harus belajar. Bosen dong, yah” keluh Rama. “sekali ini aja ya, Yah? Pliiis..” Rama memohon.
“tapi ini sudah untuk yang ke-sekian kalinya, Rama..” ucap Pak Andi.
“ayo doang, Yaaaah” Rama masih merengek. “boleh. Tapi tidak malam ini. Perasaan ayah tidak enak. Takut hal buruk akan terjadi” jelas pak Andi.
“itu cuma perasaan ayah aja. Makanya jangan dirasa-rasa, Yah” elak Rama.
“ naaaaak..” panggil ibunya lembut. Bu Andi memberikan tatapan  yang seolah mengatakan untuk menuruti apa kata ayahnya, kepada Rama.
“ibu kok malah belain ayah, siih? Ibu sekarang udah kayak ayah ya? Udah ngga sayang Rama?” entah mendapat pikiran dari mana Rama bisa mengeluarakan pertanyaan macam itu.

“Rama! Jaga mulutmu, nak.” Sang ayah nampaknya tidak suka dengan perkataan Rama. “emang nyatanya begitu kan?” Rama menanggapi dengan santai teguran dari ayahnya tersebut. Ibunya pun terkejut mendengar apa yang Rama katakan.
“Rama kamu tidak boleh berkata begitu, nak. Justru karena ayah sama ibu sayang kamu makanya kami seperti ini” terang ibunya. “Alaaaaah, ibu kenapa jadi gini sih ke Rama. Biasanya juga belain Rama” protes Rama.
“kembali ke kamarmu sekarang, Rama!” suara Pak Andi kembali terdengar. Ada sedikit amarah dalam nada suaranya. Namun, bukannya kembali ke kamarnya, Rama melangkahkan kakinya ke luar rumah mendekati mobil temannya yang sudah menunggu sedari tadi.
“Rama kembali!” ayahnya berteriak. “Rama!”. Pak Andi menhela nafas sebentar sebelum melanjutkan, “ingat Rama! Jangan pernah minta bantuan ayah kalau terjadi apa-apa denganmu!” ancam Pak Andi, berharap agar Rama kembali setelah mendengar ancamannya.
“ck! Siapa peduli” desis Rama, kemudian melanjutkan jalannya. “Rama kembali!” tak didengarkannya teriakkan sang ayah kembali memanggil-manggil namanya.

“sudahlah lah, pak. Biarkan saja. Dia sudah kelas 2 SMA. Sudah besar. Toh dia laki-laki, bisa jaga dirinya sendiri” ujar Bu Andi berusaha untuk menenangkan suaminya. “kau terlalu memanjakannya, Bu” ucap Pak Andi seraya meranjak meninggalkan tempat itu.
Di mobil yang Rama dan teman-temannya tumpangi, terjadi percakapan tentang pertengkaran Rama dan ayahnya.
“Ram, tadi aku dengar ayah kamu teriak-teriak. Ada apa, sih?” tanya Kian, teman satu sekolah sekaligus teman main Rama.
“biasa lah. Aku ngga boleh pergi malam ini. Katanya perasaanya ngga enak. Takut terjadi hal-hal buruk gitu” jelas Rama. “harusnya tadi dengerin kata ayah kamu, Ram. Dosa loh, Ram, ngebiarin orang tua teriak karena kita begitu” saran Heru, teman Rama yang satunya.
“nurutin kata ayah dan ngga ikut seneng-seneng main sama kalian dan temen-temen yang lain? Rugi!” kata Rama mantap. “ya jaga-jaga aja, Ram. Siapa tau perasaan ayah kamu benar tentang hal-hal buruk itu.” Kata Kian.
“doain aku, nih?” tanya Rama malas. “aah, udahan ah bahas ayah aku. Kalian kok jadi belain dia sih?” kesal Rama.
“jangan gitu, Ram. Harusnya seneng, Ram punya ayah yang perhatian sama kamu. Jarang loh ada ayah yang begitu. Bersyukur, Ram” nasihat Heru. Rama hanya diam menanggapi omongan temannya. Bukan bingung mau menanggapi apa , tapi sedang tidak ingin membahas  masalah itu.

Tapi kemudian Rama terngiang kata temannya yang mengharuskan dia senang terhadap  perhatian ayahnya.
Ya. Rama memang senang. Tapi itu dulu. Dulu sekali waktu Rama masih kecil. Masih manja. Masih polos. Masih suka dicium. Masih suka digendong. Masih belum mengerti apa-apa. Masih membutuhkan pembimbing untuk belajar mengendarai sepeda. Masih membutuhkan penjelasan tentang ini-itu yang tidak diketahuinya, dan ayahnya lah yang akan memberi, mengajarkan apa yang diminta dan yang tidak diketahui oleh Rama. Ayah yang berusaha memberi dan mengajarkan Rama untuk menjadi yang terbaik. Itu dulu. Dulu sekali. Entah dulunya dulu kapan, Rama pun tidak ingat.

Sekarang Rama sudah berubah. Sudah besar. Sudah kelas 2 SMA. Sudah merasa benar. Sudah merasa mampu melakukan apa yang menurutnya baik tanpa perlu dituntun dan diajari lagi oleh ayahnya. Rama bisa sendiri. Rama yang sudah merasa malu ketika diantar ke sekolah oleh ayahnya. Rama yang mulai merasa risih ketika bibir ayahnya yang kasar dan ditumbuhi kumis, memberi kecupan tanda sayang di pipinya yang mulus. Dari risih itulah mulai muncul rasa tidak suka terhadap ayahnya. Rasa tidak suka yang membuat Rama melupakan semua yang telah dilakukan ayahnya dulu. Dulu waktu Rama masih kecil.

“haaah” Rama menghembuskan nafasnya keras. Menghilangkan  penat di dalam otaknya karena sang ayah. “kenapa, Ram?” tanya Ari, teman yang duduk disebelah Rama, yang sedari tadi hanya diam.
“ngga papa.” Jawabnya singkat, yang membuat teman-temannya memandang ke arahnya dengan tatapan aneh.
“eh, udah nyampe belum?” Rama bertanya, mencoba mengalihkan perhatian teman-temannya. “udah dari tadi kali” kata Kian, “turun, yuk!” ajaknya. Mereka semua pun turun dari mobil Kian. Mereka menuju ke tempat biasa mereka duduk.

Baru beberapa menit duduk, Rama ijin untuk ke toilet kepada teman-temannya. Di tenga perjalanannya ke toilet Rama ditabrak seseorang. “maaf, mas. Maaf” kata orang yang menabraknya. Rama hanya mengangguk menanggapi permintaan maaf orang yang menabraknya itu.
“aneh banget sih ini orang. Pakainnya tertutup banget. Udah gitu malem-malem pake kacamata hitam lagi” komentar Rama dalam hati.

Kemudian sebelum pergi, orang itu memeluk Rama. “sebagai tanda maaf” katanya, kemudian pergi meninggalkan Rama. “benar-benar aneh” gerutu Rama.
Kemudian Rama berjalan kembali menuju toilet. Rama sama sekali tidak tahu ada benda yang dimasukkan kedalam saku jaketnya oleh orang yang menabrak dan memeluknya tadi. Dia juga tidak tau apa yang akan terjadi kepadanya selanjutnya. Suatu hal yang terjadi karena keberadaan benda tersebut.

Toilet yang Rama datangi lumayan ramai. Harus antri dulu. Rama ada di barisan ketiga. Di depannya ada orang yang sedang menelfon. Dibelakangnya masih ada beberapa yang antri. “toilet laku juga” pikirnya.
“Hah apah?!” orang yang barisnya di depan Rama, yang sedang menelfon tiba-tiba berteriak. Membuat Rama kaget. “Razia? Malam ini? Iya, iya”  kemudian orang itu pergi, sehingga kini Rama ada dibarisan paling depan, karena yang tadi ada di barisan pertama sudah masuk ke dalam.
“Ck! Pasti pengedar. Pantes takut” kata Rama mencibir. Akhirnya giliran Rama masuk ke toilet.
Setelah merampungkan kegiatannya di dalam toilet, Rama pun keluar. Rama terkejut ketika mendapati tempat itu sepi. Antrian yang tadi tersisa kini hilang. Hanya ada Rama disitu. Rama memutuskan untuk kembali ke tempat dia dan teman-temannya tadi berada.

Di tengah perjalanannya, terjadi keributan. Banyak anak muda berlari kesana kemari. Terlihat juga ada beberapa polisi disitu. “pasti razia narkoba nih. Dasar.” pikir Rama.
Rama baru saja akan melanjutkan jalannya ketika ada seorang polisi yang menahan tangannya. “biarkan saya memeriksa anda!” kata polisi itu. “buat apa diperiksa, Pak. Saya ngga bawa apa-apa.” kata Rama dengan percaya dirinya.

Sementara si pak polisi sudah mulai menggeledah barang-barang Rama. Polisi itu berhenti di saku jaket Rama. Dia menemukan sebuah bungkusan yang bahkan Rama tidak tau bungkusan apa itu.
“a a ap apa itu, Pak?” Rama tergeragap. “Ikut saya ke kantor polisi!” kata polisi itu tegas. “tapi ta tata tapi itu bukan punya saya, pak” kata Rama. “ tapi ini ada disaku jaket anda. Cepat ikut saya!” kata polisi itu seraya menyeret Rama untuk mengikutinya.
“pak! Ini beneran bukan milik saya, Pak. Klo ngga percaya bapak bisa tanya temen-temen saya kok. Beneran pak” Rama mencoba menjelaskan. “sudah. Penjelasannya nanti saja di kantor polisi. Cepat ikut saya!” polisi itu semakin keras menyeret Rama.

Sementara itu, teman-teman Rama bingung mencari Rama yang tak kunjung kembali sejak ijin untuk ke toilet tadi. “Rama mana nih, lama banget.” Kata Kian seraya mengedarkan pandangannya mencari sosok yang dimaksud. Sementara dua temannya hanya mengangkat bahu pertanda tidak tahu.
 Heru baru saja akan menghubungi nomor hp Rama ketika didengarnya Kian berteriak, “eh itu Rama! Itu Rama!” “Mana? Mana?” tanya Ari dan Heru bersamaan. “ itu tuh yang sama pak polisi!” Kian menunjuk ke arah dimana dia melihat Rama dan pak polisi tadi.
“ayo ikutin. Ayo!” ajak Ari. Mereka pun bergegas masuk mobil dan mengikuti ke mana Rama akan dibawa.

Sesampainya di kantor polisi, Rama langsung dimasukkan ke dalam sel. Dia tidak dibiarkan untuk memberikan penjelasan terlebih dahulu. Teman-temannya yang juga sudah sampai, langsung menuju ke tempat dimana Rama ditahan.
“Ram, kenapa bisa ada disini? Gimana ceritanya? Kamu emang habis ngapain?” Kian langsung memberondong Rama dengan pertanyaannya. “tenang, bro! Sabar..” kata Heru menasihati.
Sementara itu, Rama yang mendapat pertanyaan itu hanya bisa diam dan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban bahwa dia juga tidak tahu apa-apa.
 “Ram, ayah sama ibu kamu udah tau tentang ini?” tanya Ari memecah keheningan. Rama hanya menggeleng.
“harusnya mereka tau, Ram. Siapa tau mereka bisa bantu kamu” kata Kian. Teman-teman yang lain menganggukan kepalanya, menyetujui kata-kata Kian. “percuma. Ayah udah ngga mau bantu aku. Ayah udah benci sama aku” jawab Rama dengan lemas.
“tau dari mana, Ram? Orang belum dicoba kok udah ngomong gitu” Heru menimpali. “Ayah tadi ngomong gitu ke aku, Ru. Waktu aku mau keluar dari rumah”  kata Rama berat.
“adik-adik, sudah malam. Lebih baik kalian pulang. Klo ingin menjenguk teman kalian, besok lagi saja. Masih banyak waktu” kata seorang polisi yang menhampiri mereka.
“tapi, Pak...” “udah. Pulang aja. Aku ngga apa-apa kok” ucapan Ari tidak selesai karena langsung dipotong oleh Rama. Akhirnya, dengan terpaksa mereka pulang meninggalkan Rama.

Setelah ditinggal teman-temannya, Rama menempatkan dirinya dipojokkan sel yang gelap. Ada beberapa penghuni sel yang berada disitu. Mereka memandangi Rama yang, katakanlah, penghuni baru di sel itu.
Rama berdiri bersandar pada tembok. Tubuh Rama meluruh ke bawah. Terduduk di lantai yanng dingin. Pundaknya bergetar seakan.... ya! Rama menangis. Menyesali semua yang terjadi. Ia teringat perkataan ayahnya. Semakin lama isakannya semakin keras. Terdengar para penghuni sel yang lain membicarakannya yang sedang menangis.

“dasar cengeng!” kata seorang tahanan. Rama tak peduli. Apapun yang dikatakan orang-orang itu, Rama tak peduli. Yang ada dipikirannya hanyalah ayahnya dan penyesalan.
“ayah...” panggil Rama sambil terisak. “ayaaaah” panggilnya lagi. Berulang kali  Rama seperti itu.
Berbagai kejadian semasa dia kecil terlintas dikepalanya. Masa dimana dia masih sangat suka dimanja, diperhatikan oleh ayahnya tanpa mengenal kata risih. Kejadian-kejadian itu mengingatkan betapa sayangnya sang ayah kepadanya. Betapa sang ayah berusaha keras mengajarkan ia agar menjadi yang terbaik, memberikan yang semua hal-hal terindah yang dimiliki sang ayah.

           Aku hanya memanggilmu ayah..
            Disaat ku kehilangan arah
            Aku hanya mengingatmu ayah..
            Jika aku tlah jauh darimu

Sebuah lirik lagu yang diam-diam selalu didengarkan oleh Rama melintas di kepalanya. Ya. Lagu tersebut begitu cocok untuk menggambarkan keadaan Rama saat ini.
            “Ayah... Ayah...” hanya itu yang bisa dilakukan Rama. Berulang kali memanggil nama ayahnya. Berharap ayahnya akan muncul didepannya sekarang juga. Entah bagaimana caranya.
            Penyesalan yang begitu besar tumbuh dalam hati Rama. Banyak kata pengandaian yang dipikirkan Rama tentang tingkah lakunya kepada sang ayah. Rama menangis dalam keheningan. Seandainya bisa, mungkin dia sudah meraung-raung. Namun sayang, tenaganya habis digerogoti oleh penyesalan.

“Rama....” sebuah suara berat terdengar di telinga Rama. Suara yang akhir-akhir ini dibenci, namun sesungguhnya begitu dirindukan oleh Rama.
“Rama...” suara itu kembali terdengar. Entah, mungkin karena berpikiran itu halusinasi atau apa, sehingga Rama mengabaikan suara itu.
“Ram...” ini yang ketiga kalinya. Membuat Rama akhirnya menoleh ke arah saura itu berasal.
Betapa kagetnya Rama, mendapati sosok yang beberapa detik lalu terus dipikirkannya, kini berdiri tepat didepan ruangan dia ditahan. “A a ayah” tergagap dia memanggil orang itu. Sang ayah tersenyum menanggapi panggilan Rama.
“ayah tau dari mana aku ada disini?” tanyanya masih tak percaya. “dari teman-teman kamu” jawab sang ayah.

Kemudian seorang polisi datang dan membuka pintu ruang tahanan itu. Memerintah Rama  agar keluar. Rama menurut. Dia berjalan pelan ke luar sel. Polisi tersebut pergi meninggalkan dua orang ayah dan anak itu.
Tanpa berkata apa-apa, Rama langsung memeluk tubuh ayahnya. Tubuh yang dulu selalu menggendongnya kemanapun dia mau.

“Ayah, aku....” Rama tak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Air matanya lebih dulu keluar. Rama menangis sesenggukan dalam pelukan ayahnya. Sang ayah memberikan elusan pada punggung putranya. Penuh kasih. Menenangkan.
“Ayah, aku.... minta maaf” akhirnya Rama mengucapkan kata itu. Kata yang sebenarnya mudah, tapi jadi sulit ketika Rama yang mengucapkan.
Ayahnya tersenyum. “Tidak ada yang perlu dimaafkan, nak.” Kata sang ayah. “tapi, yah...” “ssst. Tidak ada!” kata ayahnya tegas yang kemudian memeluknya. Rama mengangguk dan tersenyum.  Kemudian balik memeluk ayahnya lebih erat lagi. Seakan tak ada hari esok.
Sang ayah tersenyum dalam keheningan. Rama yang dulu telah kembali. Rama yang suka dipeluk dan dimanja olehnya. Meskipun, mungkin hanya untuk malam ini. Siapa yang tau? J

Lagu : Seventeen - Ayah
Engkaulah nafasku, yang menjaga didalam hidupku
Kau ajarkan aku menjadi yang terbaik
Kau tak pernah lelah sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku semua yang terindah
            Aku hanya memanggilmu ayah... Disaat ku kehilangan arah
            Aku hanya mengingatmu ayah... Jika aku tlah jauh darimu  
Kau tak pernah lelah sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku semua yang terindah
            Aku hanya memanggilmu ayah..... Disaat ku kehilangan arah
            Aku hanya mengingatmu ayah.... Jika aku tlah jauh darimu



Karya : Tuti Septiani Sutormini ( https://www.facebook.com/tuti.septiani.98?fref=ts )


           

Cara Mudah Menjaga Agar Gigi Sehat


Gigi sehat tentunya merupakan sebuah dambaan setiap orang. Namun hal tersebut belum tentu bisa dimiliki oleh setiap orang dikarenakan beberapa faktor. Dalam merawat kesehatan gigi, banyak seseorang yang mengandalkan cara instan atau cepat namun tanpa mempertimbangkan efek yang akan diterima.

Saat ini saya akan berbagi sedikit tentang tips merawat gigi dengan cara alami yang sudah pasti aman dilakukan. Tips tersebut diantaranya adalah sebagai berikut ;


  1. Hindari makanan yang mengandung zat pewarna, 
  2. Gosok gigi secara teratur min 2 kali sehari,
  3. Banyak mengkonsumsi buah dan sayuran,
  4. Hindari minuman bersoda,
  5. Hindari merokok,
  6. Rajin membersihkan plak gigi dengan cara mengunyah jeruk atau lemon, atau buah - buahan lain yang mengandung vit.C,
  7. Dan yang terakhir, banyaklah mengonsumsi air putih,
Nah itulah sekilas tentang cara menjaga kesehatan gigi dengan aman.

Sains dalam Al Qur'an



Penemuan berawal dari hobi
Sering kita mendengar tentang Hydroponik.  Tentu sudah banyak yang mengetahui apa itu Hydroponik. Hydroponik adalah teknik menanam tanpa media tanah. Kini perkembangan hydroponic sangatlah pesat, diantaranya system Kultur Air.
Teknik kultur air kini mulai digemari oleh banyak orang, karena mudah dan unik. Namun banyak kalangan juga yang meresahkan keberadaan tekhnik tersebut dikarenakan adanya penggunaan nutrisi atau pupuk pengganti zat hara yang masih menggunakan bahan kimia.

Hal tersebut menggugah semangat seorang pemuda asal kabupaten Cilacap untuk mencoba membuat inovasi baru yaitu membuat pupuk pengganti zat hara dengan bahan Alami. Ia bernama Muddasir Faisal Khak yang lebih akrab disapa Fais, pria kelahiran 7 Maret 1993 yang kini mendirikan salah satu  gerakan relawan yang bernama Gerakan Relawan Muda Tangan Pelangi Cilacap. Inovasi tersebut didasari karena adanya sebuah tujuan dari gerakannya tersebut, yaitu peningkatan ekonomi masyarakat dengan berbasis sumber daya alam yang ada. Ia sangat mencintai alam, karena dia juga sebagai tokoh Aktifis Lingkungan Hidup serta hal tersebut dikarenakan ia adalah seorang Anggota Pramuka yang dekat dengan Alam.

Sebagai orang yang beragama muslim, ia sangat suka dengan keberadaan Al Qur’an. Menurutnya kitab tersebut berisikan banyak hal yang tidak semua orang tahu. Padahal semua seisi dunia jawabannya ada di Al Qur’an. Telah lama dia memendam rasa ingin tahu tentang alas an mengapa Lambang Pramuka diambil dari Al Qur’an surat Ibrahim 24 - 25
Dari ayat tersebut dalam benaknya cukup menggugah rasa ingin tahu di balik tunas kelapa atau pastinya pohon kelapa. Lalu ia mencoba meneliti lagi dari ayat yang lain. Ia menemukan salah satu ayat dari surat Saba’ yaitu ayat 15 yang berbunyi
Jika kita lihat pada ayat diatas terdapat kalimat yang berbunyi demikian  “ ….(Negerimu) adalah negeri yang baik. . . “ dan coba kita lihat juga perumpamaan dalam surat Ibrahim “…kalimat yang baik seperti pohon yang baik. . .”. Dan lalu mencoba menyelaraskan kedua ayat tersebut menjadi :

Negeri yang baik = Perkataan yang baik
Perkataan yang baik = Pohon yang baik
Maka dengan kata lain :
Negeri yang baik = Pohon yang baik
Dapat dikatakan pula
Negeri yang baik memiliki Pohon yang baik

Jika kita sadari, tentu tahulah kita bahwa negeri yang baik adalah negeri yang aman, subur tanahnya, dan dapat menumbuhkan tanaman – tanaman dengan baik. Nah dari sinilah penelitiannya berawal. Ternyata ia telah menemukan jawaban tentang lambang pramuka. Menurutnya negeri Indonesia juga memiliki karakteristik yang sama dengan Negeri Saba’ seperti dalam surat saba, tentulah Indonesia juga punya pohon yang baik dan tentunya sama seperti di surat Ibrahim. Pohon yang sesuai dengan surat Ibrahim menurutnya ya lambang pramuka.

Rasa ingin tahunya tidak berhenti cukup sampai disini. Tujuan besarnya juga menanti. Kini ia meneliti lagi bagaimana membuat pupuk cair alami. Ia kembali meneliti ke dua ayat tadi. Menurutnya ada inti lain yang dikandung dalam ayat tersebut. Ia menarik kalimat negeri yang baik memiliki ikatan apakah dengan pohon yang baik, dalam benaknya terus bertanya – Tanya.
Jika kata negeri disamakan dengan bumi, tentulah yang ada hanya unsur tanah, air dan udara. Namun jika kaitannya dengan tempat pertumbuhan tanaman udara tidak mungkin sebagai tempat tumbunya tanaman. Sudah barang tentu tinggal tanah dan air.

Lalu ia mencoba membuka ayat lain lagi, dan ia menemukan 2 ayat dari surat yang berbeda yang membuat penelitiannya semakin bersemangat. Yaitu surat Yunus 24 dan surat Al Anbiyaa ayat 30 yaitu

“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan berhias, dan permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya (dapat memetik hasilnya), datanglah kepadanya perkara Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanamannya) seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir” Q.S. Yunus ayat 24


Dalam kedua ayat tersebut sama – sama menerangkan bahwa air lah awal dari kehidupan bukan tanah. Berarti tanaman pun juga bias tumbuh dalam air. Namun air tidak memiliki zat hara. Muncullah pertanyaan dalam benaknya lagi. Ia mencoba membaca kalimat terakhir pada surat Yunus, “demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir”. Dan ini menunjukan bahwa ia haruslah berfikir lebih dalam lagi.
Ia mencoba mengaitkan surat Ibrahim dan surat Al Anbiyaa. Dan hasilnya ia sangat yakin jika surat Ibrahim menerangkan pohon Kelapa, karena menurutnya pohon yang baik juga mengandung unsur air selain ciri yang ada pada surat Ibrahim tersebut. Karena itu pohon kelapa mengandung air di dalam buahnya.

Mengapa Harus Pohon Kelapa?
Mungkin ini pertanyaan yang ada dalam hati pembaca semua. Pertanyaan tersebutpun juga muncul dalam hati Fais dalam meneliti ayat tersebut. Jika dalam ayat tersebut merupakan pohon kelapa, tentulah ada hal lain yang terkandung dalam airnya tersebut. Lalu ia mencoba membuktikan ayat tersebut dengan membuka referensi Ilmiah tentang kandungan air kelapa.

Tak disangka, ternyata air kelapa mengandung unzur zat yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman yaitu zat hara . Kandungan air kelapa tersebut adalah sebagai berikut:


Dan sedangkan kandungan zat hara adalah

Menurutnya sangat tepat jika air kelapa dijadikan sebagai pupuk cair pengganti zat hara.

Dan kini penelitiannya telah sempurna, dan ia telah menciptakan Pupuk cair alami untuk kultur air sebagai pengganti zat hara dari olahan fermentasi Sari Air  Kelapa  Asli. Dan rencananya akan dijual di pasaran pada tahun 2015 mendatang. Inilah sebuah prestasi membanggakan yang mampu menunjukan kualitas bangsa Indonesia. (7/12.red-)